17 Mei 2015
SUPERVISI
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH /MADRASAH
“
Pemimpin yang profesional adalah pemimpin yang cerdas dalam ilmu, terampil
dalam bertindak santun dalam bersikap”
A.
Pendahuluan
Agar desentralisasi dan otonomi
pendidikan berhasil dengan baik, kepemimpinan kepala sekolah perlu
diberdayakan. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional,
sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan, tugas, wewenang, dan tanggung
jawabnya. Kepala sekolah harus berindak sebagai manajer dan pemimpin yang
efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah
dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah
mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi: perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Dari segi kepemimpinan, seorang kepala
sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua
potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan
transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang
mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada
dalam sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang
luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa, pegawai, orang
tua siswa, masyarakat dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan,
berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Dalam era desentralisasi, kepala
sekolah tidak layak lagi untuk takut mengambil inisiatif dalam memimpin
sekolahnya. Pengalaman kepemimpinan yang bersifat top down seharusnya
segera ditinggalkan. Pengalaman kepemimpinan kepala sekolah yang bersifat
instruktif dan top down memang telah lama dipraktkkan di sebagian besar
sekolah kita ketika era sentralistik masih berlangsung.
Kepala sekolah yang memiliki
kepemimpinan partisipatif-transformasional memiliki kecenderungan untuk
menghargai ide-ide baru, cara baru, praktik-praktik baru dalam proses belajar
mengajar di sekolahnya, dan dengan demikian sangat senang jika guru
melaksanakan classroom action research. Sebab, dengan penelitian kelas
itu sebenarnya guru akan mampu menutup gap antara wacana konseptual dan
realitas dunia praktik profesional. Akibat positifnya ialah dapat ditemukannya
solusi bagi persoalan keseharian yang dihadapi guru dalam proses belajar
mengajar di kelas. Jika hal ini terjadi, berarti guru akan mampu memecahkan
sendiri persoalan yang muncul dari praktik profesionalnya, dan oleh karena itu
mereka dapat selalu meningkatkannya secara berkelanjutan.
B. Pengertian Kepemimpinan
Sebelum berbicara lebih jauh mengenai
peran kepemimpinan dalam pendidikan, akan dikemukakan terlebih dahulu beberapa
definisi kepemimpinan yang cukup representatif, di antaranya:
1) Turney mendefinisikan kepemimpinan
sebagai suatu group proses yang dilakukan oleh seseorang dalam mengolah dan
menginspirasikan sejumlah pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi melalui
aplikasi teknik-teknik manajemen.
2) Arthur G. Jago dalam Griffin
mendefinisikan bahwa kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu process
dan property. Sebagai suatu proses, kepemimpinan adalah
mempengaruhi anggota group tanpa paksaan untuk mengarahkan dan mengkoordinir
aktivitas-aktivitasnya dalam pencapaian tujuan. Sebagai suatu property,
kepemimpinan adalah suatu perangkat seperangkat karakteristik yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mencapai suatu kesuksesan dalam
mempengaruhi anggota groupnya.
Dari beberapa definisi mengenai
kepemimpinan di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu proses mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang dalam
mengelola anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi. Proses
mempengaruhi ini tentunya bukan dengan jalan paksaan, tetapi bagaimana seorang
pemimpin itu mampu berinteraksi dan menginspirasikan tugas kepada bawahannya
dengan menerapkan teknik-teknik tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi
tertentu sehingga apa yang dituju dapat tercapai dengan sukses.
C. Faktor Pendukung Kepemimpinan
Faktor penentu keberhasilan seorang
pemimpin di antaranya adalah “teknik kepemimpinan”, yaitu bagaimana
seorang pemimpin mampu menciptakan situasi sehingga menyebabkan orang yang
dipimpinnya timbul kesadarannya untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh
seorang pemimpin. Dengan kata lain efektif atau tidaknya seorang pemimpin
tergantung dari bagaimana kemampuannya dalam mengelola dan menerapkan pola
kepemimpinannya sesuai dengan situasi dan kondisi dalam organisasi tersebut.
Banyak orang telah melakukan penelitian
tentang kepemimpinan. Pada mulanya, para peneliti mencoba menggunakan pendekatan
sifat atau karakteristik pemimpin, yang kemudian melahirkan “teori sifat”.
Karena penelitian ini belum menghasilkan penemuannya yang konsisten dan belum
memuaskan, kemudian mereka menggunakan pendekatan perilaku dalam penelitiannya,
yang kemudian melahirkan “teori pelaku”.
1) Pendekatan Sifat
Penelitian
kepemimpinan pada tahap awal didominasi dengan pendekatan sifat para pemimpin.
Para peneliti berusaha mengidentifikasikan sifat-sifat penting para pemimpin
yaitudengan cara menguji sifat-sifat dan karakteristik personal para pemimpin,
seperti Ghandhi, Lincoln, dan sebagainya. Adapun sifat-sifat kepemimpinan itu
meliputi: intelegensi, dominasi, percaya pada diri sendiri, energi,
aktivitas, dan pengetahuan yang berhubungan dengan tugas.
2) Pendekatan perilaku
Pada
akhir tahun 1940-an, beberapa peneliti mulai memandang kepemimpinan sebagai
suatu proses atau aktivitas yang dapat diamati. Pendekatan perilaku ini
bertujuan untuk membedakan perilaku-perialaku yang dihubungkan dengan
kepemimpinan yang efektif. Para peneliti mengasumsikan bahwa efektif atau tidaknya
perilaku pemimpin tergantung pada bagaimana seorang pemimpin menerapkan
pola-pola kepemimpinannya sesuai dengan situasi.
Menurut
hasil penelitian, ada dua dimensi kepemimpinan, yaitu kepemimpinan yang
berorientasi kepada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi kepada hubungan
antara manusia. Seorang pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang tinggi dalam
kedua dimensi kepemimpinan ini.
Kepemimpinan
yang berorientasi kepada tugas adalah pemimpin yang hanya menekankan
penyelesaian tugas-tugas kepada para bawahannya dengan tidak mempedulikan
perkembangan bakat, kompetensi, motivasi, minat, komunikasi, dan kesejahteraan
bahwasannya ia hanya mementingkan kelancaran roda perjalanan organisasi yang
dipimpinnya.
Sebaliknya,
kepemimpinan yang berorientasi kepada hubungan antar manusia hanya menekankan
perkembangan para bawahannya, kepuasan, motivasi, kerja sama, pergaulan, dan
kesejahteraan mereka. Ia mementingkan nasib para bawahannya, sementara
kepentingan organisasi menjadi nomor dua.
D. Kepemimpinan kepala sekolah
Dalam konteks MBS, sekolah harus
meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaannya guna meningkatkan
kwalitas dan efesiensinya. Meskipun demikian, otonomi pendidikan dalam konteks
MBS harus dilakukan dengan selalu mengacu pada akuntabilitas terhadap
masyarakat, orang tua, siswa, maupun pemerintahan pusat dan dareah.
Dari segi kepemimpinan, seorang kepala
sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua
potensi yang ada disekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan
transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang
mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada di
dalam sekolah untuk bekerja atas dalam sistem nilai (values system) yang
luhur, sehinggan semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa, pegawai,
orang tua siswa, masyarakt, dsb) bersedia, tanpa perasaan, berpartisipasi
secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Ciri seorang yang telah berhasil
menerapkan gaya kepemiminan transformasional adala sebagai berikut:
1. Mengidentifiakasi dirinya sebagai agen
perubahan (pembaruan).
2. Memiliki sifat pemberani
3. Mempercayai orang lain
4. Bertindak dasar atas sistem nilai (bukan
ata dasar kepenitingan individu, atau atas dasar kepentingan dan desakan
kroninya)
5. Meninkatkan kemapuan secara terus
menerus
6. Memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi
yang rumit, tidak jelas, dan tidak menentu
7. Memiliki visi ke depan
Kepala sekolah selaku pemimpin
secara langsung merupakan contoh nyata dalam aktivitas kerja bawahannya. Kepala
sekolah yang rajin, cermat, peduli terhadap bawahan akan berbeda dengan gaya
kepemimpinan yang acuh tak acuh, kurang komunikatif apalagi arogan dengan
komunitas sekolahnya. Beban kepala sekolah tidak ringan untuk dapat
mengkooordinasi sistem kerja yang mampu memuaskan berbagai pihak tidak gampang.
Meskipun demikian kepala sekolah yang baik tentunya harus memiliki skala
prioritas kerja dengan tidak mengabaikan tugas pokok selaku kepala sekolah.
Manajemen berbasis sekolah (MBS)
merupakan suatu inovasi dalam sistem pengelolaan sekoalh yang diadopsi dari
konsep “school based management” . Dalam konsep MBS, sekolah memiliki
kewenangan yang luas untuk menggali dan memanfaatkan sebagai sumber daya sesuai
dengan prioritas kebutuhan aktual sekolah.
Ada tujuh
peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas, di bawah ini akan di
uraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah dengan peningkatan
kompetensi guru:
1. Kepala sekolah sebagai educator
(pendidik)
Kepala
sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan
kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat
memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan
senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara
terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar
dapat berjalan efektif dan efisien.
2. Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam
hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi dan memberikan
kesempatan yang luas kepada guru untuk dapat melaksanakan kegiatan
pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan,
baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti: MGMP/MGP tingkat sekolah, in house
training, diskusi profesional dsb, atau melalui kegiatan pendidikan dan
pelatihan di luar sekolah, seperti: kesempatan melanjutkan pendidikan atau
mengikuti berbagai kegiatan pelatiahan yang diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkanaan dengan
pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak
lepas dari faktor biaya. Sebarapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggarakan
peningakatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat
kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat
mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk
mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala
kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan
melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati pembelajaran secara langsung,
tertama dalam pemilihan dan pengguanaan metode, media yang digunakan da
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Pemimpin
adalah manusia, tetapi tidaklah semua manusia itu adalah pemimpin.
Kepala sekolah adalah sosok idealnya memiliki visi, mampu memberikan inspirasi
dan motivasi, serta kompeten (Kouzes dan Posner).
Melakukan
tindakan-tindakan efektif dalam memotivasi bawahan adalah suatu keharusan
sebaliknya melakukan tindakan kontra produktif yang dapat menjatuhkan motivasi
bawahannya adalah suatu tindakan yang harus dihindari. MM Feinberg memberikan
sebuah “lampu merah” bagi seorang kepala sekolah untuk menghindarkan
tindakan-tindakan berikut yang mampu menjatuhkan motivasi bawahannya,
diantaranya:
a
Meremehkan
bawahan. Tindakan ini bisa membunuh rasa percaya diri dan inisiatif karayawan.
b
Mengkritik
karyawan didepan karyawan lain. Tindakan ini pun bisa merusak hubungan yang
sudah terbina baik.
c
Memberi
perhatian setengah-setengah atau tidak memperhatikan karyawan. Kalau seorang
pemimpin tidak mempeduliakan karayawannya maka rasa percaya diarinya akan
luntur.
d
Memperhatikan
diri sendiri. Pemimpin yang seperti ini dianggap egois dan hanya memanipulasi
karyawan untuk kepentingannya sendiri.
e
Menganakemaskan
seorang karyawan. Tindakan ini sebaiknya juga tidak dilakukan, karean bisa
merusak moral karyawan lain.
f
Tidak
mendorong karyawan untuk berkembang. Kalau karayawan merasa bahwa bos juga ikut
berjuang bersama, mereka akan sangat termotivasi. Informasikan kesempatan yang
ada dan jangan pernah mengekang minat para karyawan.
g
Tidak
mempedulikan hal-hal kecil. Apa yang nampaknya kecil bagi anda, mungkin saja
sangat penting bagi karyawan.
h
Merendahkan
karyawan yang kurang terampil. Seorang pemimpin memang wajib menolerir ketidak
mampuan karyawannya, namun hati-hati dalam menangani permasalahan yang
ditimbulkan agar tidak sampai mempermalukan karayawannya.
i
Ragu-ragu
dalam mengambil keputusan. Atasan yang ragu-ragu dalam mengambil keputusan akan
mengakibatkan kebimbangan diseluruh organisasi.
6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim
Budaya
dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi
untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk
meningkatakn kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan
iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a
Para
guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan
menyenangkan,
b
Tujuan
kegiatan perlu disusun dengan jelas dan diinformasiakan kepada para guru
sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan
dalam penyusunan tujuan tersebut,
c
Para
guru harus selalu dberitahu tentang dari setiap pekerjaanya,
d
Pemberian
hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperluakan
e
Usahakan
untuk memenuhi kebutuhan sosiologi-psikologi-fisik guru, sehingga memperoleh
kepuasan.
7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Kepala
sekolah dengan sikap kewirausahaan yang kuat akan berani melakukan
perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam
hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi
gurunya. Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas,
secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap
peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
E. Tipe Kepemimpinan Pendidikan (Sekolah)
Secara umum, ada tiga tipe kepemimpinan
dalam kehidupan suatu organisasi, termasuk organisasi sekolah, yaitu tipe
kepemimpinan yang otoriter, laissez faire, dan demokratis.
a
Tipe
Otoriter
Dalam
tipe kepemimpinan otoriter ini, seorang pemimpin lebih bersifat ingin berkuasa,
dan akibatnya suasana sekolah selalu tegang. Pemimpin sama sekali tidak memberi
kebebasan kepada bawahan untuk turut ambil bagian dalam memutuskan suatu
persoalan, dan keputusan hanya dibuat sendiri oleh pemimpin. Dalam hal ini,
pemimpin selalu mendikte tentang apa yang harus dikerjakan oleh karyawannya.
b
Tipe
Laissez-faire
Sifat
kepemimpinan tipe ini seolah-olah tidak muncul, karena pemimpin memberikan
kebebasan yang penuh kepada para anggotanya dalam melaksanakan tugasnya, dan
bawahan dalam hal ini mempunyai peluang besar untuk membuat keputusan.
c
Tipe
Demokratis
Dapat
dikatakan bahwa tipe kepemimpinan demokratis ini adalah tipe kepemimpinan yang
diharapkan dalam sebuah sekoalah. Mengingat bahwa dalam tipe kepemimpinan ini,
seorang pemimpin selalu mengikutsertakan seluruh bawahan dalam proses
pengambilan keputusan. Pemimipin akan mengahargai pendapat dan kreativitas para
dosen dan karyawan yang ada di lingkungan sekolah, sehingga para bawahan pun
akan turut serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan program di sekolah
tersebut.
Seorang kepala sekolah merupakan
pelaku yang sangat dominan dalam sebuah sistem persekolahan, karena ia bersifat
nyata, aktif, dan dinamis, dan ia juga menganut sistem manajemen pada umumnya,
seperti prinsip-prinsip efesiensi, efektivitas, dan inovatif. Efesiensi ialah
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan usaha yang dikeluarakan;
sedangkan efektivitas ialah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan hasil
yang diharapakan; sementara inovasi merupakan instrumen utama bagi suatu
oraganisasi sekolah untuk menciptakan nilai dan cara memperharui dirinya.
Paper
ini untuk memenuhi tugas bapak Dirgantara Wicaksono, M.Pd...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar